Senin, 22 Agustus 2011

Benalu Jadi Obat Kanker

Teliti Benalu Jadi Obat Kanker

By. Ir Nina Artanti MSc,
Dia adalah Ir Nina Artanti MSc, ahli kimia di LIPI yang getol meneliti kandungan zat benalu, sehingga menghasilkan obat untuk menghambat pertumbuhan sel kanker. \\’Selama ini, yang banyak diketahui orang-orang, benalu teh itu bisa menjadi obat bagi penderita kanker. Bagaimana benalu lain? Inilah yang saya teliti,\\’ kata Nina kepada Jawa Pos.
Sejak 2003, Nina bekerja keras menyelidiki potensi benalu lokal itu. Setiap hari di laboratorium Nina hanya berkutat dengan benalu. \\’Saya memilahkan senyawa kimia pada tumbuhan itu. Saya yakin benalu lokal tak kalah,\\’ urai pemegang master of science dari New South Wales University itu.
Dibantu suami yang juga peneliti Bioteknologi LIPI, Dr Ir M. Ahkam Subroto M.App Sc, kali pertama Nina meneliti potensi benalu yang tumbuh di rumahnya. Sarjana lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) itu mengamati setiap kandungan benalu di pekarangannya itu. Dia juga sampai kepada para tetangga untuk mendapatkan setangkai benalu. Nina lalu menguji senyawa di dalam laboratoriumnya.
Dia yakin potensi itu ada di dua jenis benalu Macrosolen Cochinchinensis dan Dendropthoe Pentandra. Dua jenis benalu itu biasanya menumpang di tanaman nangka dan belimbing. Dia berusaha membuktikan, apakah dua jenis benalu tersebut memiliki sifat antioksidan yang tinggi terhadap sel tubuh.
Menurut Nina, benalu Macrosolen memiliki ciri bercabang banyak dengan ruas membesar. Daunnya bertangkai pendek, berbentuk elips, tetapi ada juga yang berbentuk bulat dengan ujung agak meruncing dan warnanya mengkilat.
Tentu untuk penelitian tersebut, Nina membutuhkan banyak benalu jenis yang sama. \\’Saya harus dapat dari mana. Akhirnya saya minta bantuan petugas herbarium di Bogor,\\’ ungkapnya.
Dia menguji terlebih dahulu kemampuan ekstrak benalu nangka dan belimbing itu. Mula-mula Nina menempatkan sel kanker ke tabung lalu diberi ekstrak benalu. Dia berusaha mengamati pertumbuhan sel saban hari. Hasilnya, pertumbuhan sel kanker yang diberi ekstrak itu lebih lambat 50 persen dibanding sel kanker dibiarkan hidup begitu saja.
Tidak itu saja. Nina berusaha menyuntikkan sel kanker itu ke hewan coba, mencit. Lalu hewan yang terinfeksi kanker itu disuntik ekstrak benalu nangka dan belimbing tadi. Setelah diamati, hasilnya, pertumbuhan mencit yang menderita kanker tadi juga melambat.
Menurut Nina, pertumbuhan sel kanker itu terhambat karena benalu nangka dan belimbing tadi memiliki senyawa yang mampu menghambat pembelahan sel kanker atau mematikannya. Selama kurun empat tahun, Nina menghabiskan dana Rp 600 juta. Uang itu merupakan biaya yang diberikan pemerintah.
Di luar negeri, kata dia, selain dana besar, penelitian semacam itu juga membutuhkan waktu lama, sebelum benar-benar dipasarkan sebagai obat. \\’Paling tidak butuh waktu 20 tahun meneliti hal serupa sampai proses uji klinis,\\’ jelasnya.
Apakah temuan pembunuh kanker itu sudah dipatenkan? Dia mengungkapkan cukup memublikasikan temuannya itu. \\’Publikasi saja sudah cukup. Bahwa ini temuan saya,\\’ jelasnya. Terkait temuannya itu, Nina juga belum terpikir menggandeng dunia industri agar hasil penelitiannya bisa dirasakan banyak orang. Dia memiliki kekhawatiran, jalur pabrikan justru membuat obat-obatan bahan alam itu berharga mahal. (git/kum)
Sumber : Jawa Pos (12 Januari 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar