Senin, 03 Oktober 2011

RAJA WEN MEMERINTAH DENGAN KEBAJIKAN


(BLUE HSIAO/THE EPOCH TIMES)
(BLUE HSIAO/THE EPOCH TIMES)
(Epochtimes.co.id)
Raja Wen dari kerajaan Zhou (1152 - 1056 SM) dari Dinasti Shang, dikenal memerintah dengan cara kebajikan. Dia mengajarkan orang untuk jujur, hormat kepada Pencipta, dan berbudi luhur.
Dia sering kali berkata: “Raja akan memerintah orang-orang dengan kebajikan; pejabat wajib menjalankan pemerintahan dengan kepedulian, anak-anak harus menghormati orang tua dengan rasa bakti, orang tua harus membesarkan anak-anak dengan kasih sayang, dan orang-orang harus saling bergaul dengan itikad baik.”
Raja Wen sangat teliti, hati-hati, dan bersungguh-sungguh. Dia menempatkan dirinya sebagai contoh bagi orang-orang. Dia juga mengenakan pakaian sederhana dan sering bekerja dengan petani di ladang.
Yang selalu dipikirkan pertama kali Raja Wen, adalah untuk kebaikan rakyat. Dia memotong pajak bagi petani, dan petani didorong untuk memanfaatkan lahan publik dengan membebankan pajak hanya sepersembilan saja. Dengan semua kebijakan khusus ini, petani bisa menghemat uang. Selain itu, Raja Wen menghapus tarif transaksi impor / ekspor, dan menghapuskan hukum yang mengharuskan istri dan anak-anak harus dihukum atas kejahatan yang dilakukan suami atau ayah mereka. Raja Wen juga menyediakan bantuan dan perawatan kesehatan bagi kaum papa.
Suatu hari, dua raja yang mempersengketakan garis batas wilayah, pergi ke Kerajaan Zhou untuk meminta pertimbangan dari Raja Wen. Begitu mereka memasuki kerajaan Zhou mereka mengamati bagaimana penduduknya sangat sopan, damai, dan santun. Karena tersentuh oleh apa yang mereka lihat, kedua raja itu berhenti berdebat dan saling membiarkan raja lain memiliki tanah yang disengketakan.
Para adipati di sekitar Kerajaan Zhou mendengar peristiwa ini, dan menjadikan Raja Wen sebagai panutan memerintah. Mereka semua datang ke Zhou untuk berikrar mematuhi pemerintahan Wen dan menjadi bagian dari Kerajaan Zhou.
Raja Wen tahu negara tidak akan berjalan baik tanpa orang-orang yang berbudi luhur untuk membantunya. Ketika Raja Wen mendengar Jiang Ziya adalah seorang bijak yang sangat berbudi luhur dengan pengetahuan yang mendalam, ia mengunjungi Jiang Ziya dan memintanya untuk menjadi penasihat dalam memerintah negara. Jiang Ziya mulai membantu Kerajaan Zhou pada masa pemerintahan Raja Wen hingga pemerintahan Raja Wu.
Cara Raja Wen dalam memerintah kerajaan telah meletakkan dasar aturan yang baik bagi generasi masa mendatang demi persatuan bangsa.  (Stephen Gregory & David Wu / The Epoch Times / ajg) 

Menggendong Jamu dan Kehidupan


Nilandari tidak menyangka mahkota Ratu Jamu Gendong akan terpasang di kepalanya. Mahasiswi Universitas Indonesia itu mengalahkan 500 penjual jamu dari seantero Jawa, Minggu (25/10) di Taman Mini Indonesia Indah.
Senyum terus menghiasi wajah Nila, demikian dia disapa. Kebanggaannya sebagai penjual jamu bertambah dengan predikat baru yang disandangnya dari kegiatan yang diselenggarakan PT Jamu Jago. ”Saya tidak malu menjadi penjual jamu karena dari profesi inilah saya bisa hidup dan kuliah,” ucap Nila.
Nila berjualan jamu bersama sang ibu. Setiap hari dia berkeliling di daerah Meruya, Jakarta. Dari situlah keluarga ini mendapatkan pemasukan untuk hidup.
Jika Nila masih bisa kuliah, lain halnya dengan Anis Fadilah (21), Ratu Jamu Gendong 2008. Mimpi kuliah akhirnya pupus setelah lajang asal Wonogiri, Jawa Tengah, ini menemukan kenikmatan menggendong keranjang bambu berisi botol jamu. Saban pukul 02.00, dia meracik dan menyiapkan jamu yang akan dijual. Pukul 03.30, Anis sudah keluar-masuk di sekitar Pasar Minggu, Jakarta Selatan. ”Awalnya saya jual jamu untuk mencari uang kuliah, tetapi lama-lama saya enggak kepingin kuliah karena sudah asyik jualan jamu,” ujar Anis yang tiap hari berjalan 2,5 kilometer sambil menggendong keranjang jamu.
Penjual jamu bukan profesi asing bagi Anis. Ibu dan tiga kakak perempuannya hidup dari menggendong jamu. Anis mengaku sempat enggan menjual jamu. Setelah lulus SMA, dia bekerja sebagai pramuniaga dengan pendapatan Rp 25.000 per hari.
Rupanya, pendapatan ini tidak cukup untuk hidup. Dia masih mendapatkan subsidi hidup dari kakaknya yang sudah lebih dulu berjualan jamu. Lama-kelamaan, rasa malu terkalahkan oleh keinginan untuk mandiri. Keranjang jamu pun digendongnya sejak lima tahun silam.
Dengan jamu Rp 1.500-Rp 5.000 per gelas, Anis kini mempunyai pendapatan minimal Rp 35.000 per hari. ”Kalau sedang ramai, uang Rp 80.000 bisa masuk kantong,” katanya. ”Sekarang saya bisa mengirim uang untuk ibu walaupun hanya sedikit sekali,” tutur Anis.
Memulai profesi sebagai penjual jamu bukan perkara sepele. Anis pernah putus asa ketika satu-dua bulan pertama dia belum punya pelanggan. Pemasukan seret. Kini, ada sekitar 35 orang yang biasa membeli jamunya. Kalau tidak berdagang sehari, ada saja SMS masuk ke ponsel Anis untuk menanyakan keberadaannya.
Gosip ”ada main”
Memang, tidak selamanya pekerjaan ini mulus. Gosip mampir ke telinga Anis. ”Masih ada saja ibu-ibu yang menuduh saya ’ada main’ dengan suami mereka. Bolak-balik saya jelaskan kepada mereka bahwa saya hanya menjual jamu. Maaf saja ya, tidak ada pelayanan lain yang saya jual,” ucap Anis yang punya banyak pelanggan pria.
Gosip serupa juga dialami Wiwik Suprihatin (40). Penjual jamu di Magetan, Jawa Timur, ini juga pernah dituduh punya hubungan istimewa dengan pelanggan laki-laki. ”Tuduhan ini muncul kalau jualan di luar kampung saya. Sekarang saya lebih sering keliling di sekitar rumah agar tidak ada isu aneh-aneh,” paparnya.
Aneka isu ini membuat profesi penjaja jamu masih dipandang sebelah mata. Kondisi ini pula yang mendorong PT Jamu Jago membuat acara pemilihan Ratu Jamu Gendong Indonesia.
”Kami hendak menunjukkan kepada masyarakat bahwa profesi penjual jamu layak diperhatikan, dilestarikan, dihargai, dan dihormati. Lihat saja berapa banyak orang yang dihidupi dari jamu. Di Jakarta, kami ada 50.000 penjual jamu. Belum lagi penjual yang tidak terdeteksi,” ucap Presiden Komisaris PT Jamu Jago Jaya Suprana.
Sebagai ratu jamu, penjual terpilih harus punya pengetahuan tentang jamu yang dijualnya, cara meramu, serta kebersihan dalam penyajian jamu.
Penjual jamu juga menjadi mata rantai penting mengobati aneka penyakit bagi masyarakat, terutama mereka yang punya kantong pas-pasan. Salah satu pelanggan Wiwik menjual dua ekor sapi untuk membiayai pengobatan batu ginjal. Penyakit tidak kunjung sembuh. Si pesakitan ini curhat ke Wiwik. Wiwik menyarankan untuk minum jamu. ”Eh, kok ndilalah (kebetulan), sakit bapak itu berkurang. Sekarang dia langganan jamu,” ucap Wiwik yang menjual satu gelas jamu Rp 5.000.
Jamu juga menjadi solusi ampuh bagi pekerja kasar yang sering pegal linu, masuk angin, atau punya penyakit asam urat. Selain harganya relatif murah, calon pembeli juga bebas konsultasi atau meminta tambahan racikan, seperti kencur, kunyit, jahe, atau telur.
Hidup sehat tidak hanya dirasakan pembeli. Para penjual juga ikutan hidup sehat dari jamu. Surayem (85)—yang dinobatkan sebagai penjual jamu gendong tertua sejagat—juga kerap minum jamu pegal linu untuk mengusir capek.
Keberadaan profesi ini kadang tidak kita sadari. Meski kerap diperdebatkan, keberadaan mereka merupakan solusi alternatif bagi mereka yang mencari kesembuhan di luar biaya medis yang sering kali tak terjangkau.
Sumber : kompas.com (Senin, 26 Oktober 2009)

SEJARAH JAMU


jamu-150px
SEJARAH JAMU | Sampai saat ini belum dapat dipastikan sejak kapan tradisi meracik dan meminum jamu muncul. Tapi diyakini tradisi ini telah berjalan ratusan bahkan ribuan tahun. Tradisi meracik dan meminum jamu sudah membudaya pada periode kerajaan Hindu-Jawa. Hal ini dibuktikan dengan adanya Prasasti Madhawapura dari jaman Majapahit yang menyebut adanya profesi ‘tukang meracik jamu’ yang disebut Acaraki.
Jamu sudah dikenal sudah berabad-abad di Indonesia yang mana pertama kali jamu dikenal dalam lingkungan Istana atau keraton yaitu Kesultanan di Djogjakarta dan Kasunanan di Surakarta.
Jaman dahulu resep jamu hanya dikenal dikalangan keraton dan tidak diperbolehkan keluar dari keraton. Tetapi seiring dengan perkembangan jaman, orang-orang lingkungan keraton sendiri yang sudah modern, mereka mulai mengajarkan meracik jamu kepada masyarakat diluar keraton sehingga jamu berkembang sampai saat ini tidak saja hanya di Indonesia tetapi sampai ke luar negeri.
Bagi masyarakat Indonesia, Jamu adalah resep turun temurun dari leluhurnya agar dapat dipertahankan dan dikembangkan.
Bahan-bahan jamu sendiri diambil dari tumbuh-tumbuhan yang ada di Indonesia baik itu dari akar, daun, buah, bunga, maupun kulit kayu.
Sejak dahulu kala, Indonesia telah dikenal akan kekayaannya, tanah yang subur dengan hamparan bermacam-macam tumbuhan yang luas.
Tanah yang subur dengan kekayaan tanaman sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia karena mereka bergantung dari alam dalam usahanya untuk memenuhi bermacam-macam kebutuhan. Pengolahan tanah, pemungutan hasil panen, proses alam tidak hanya menghasilkan makanan, tetapi juga berbagai produk yang berguna untuk perawatan kesehatan dan kecantikan.
Leluhur kita menggunakan resep yang terbuat dari daun, akar dan umbi-umbian untuk mendapatkan kesehatan dan menyembuhkan berbagai penyakit, serta persiapan-persiapan lain yang menyediakan perawatan kecantikan muka dan tubuh yang lengkap. Campuran tanaman obat traditional ini di kenal sebagai JAMU. Dimana Indonesia dikenal sebagai negara nomor 2 dengan tanaman obat tradisional setelah Brazilia.

Jamu Gendong
Sejarah jamu gendong seiring perjalanan sejarah kerajaan Mataram Islam. Wiku, orang pintar atau dukun yang pertama kali membuat ramuan dari tumbuh-tumbuhan yang kemudian dijajakan dengan cara dipikul laki-laki dan digendong oleh perempuan.
Di antara kedua cara ini, jamu gendong inilah yang tetap berjalan hingga sekarang. Jenis jamu gendong bermacam-ragam seperti cabe puyang, beras kencur, dan daun pepaya. Jamu gendong yang populer sampai sekarang adalah beras kencur yang berkhasiat menghilangkan pegal-pegal pada tubuh. Selain itu, dapat merangsang nafsu makan. Bahan pokoknya adalah beras dan kencur. Sebagai pemanis digunakan gula merah dicampur gula pasir dan ditambah sedikit garam.

Sayangi Ginjal Anda

(Epochtimes.co.id)
Siapakah ahli kimia yang mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh kita, menjaga komposisi darah agar tidak terlalu asam atau basa, menjauhkan kita dari limbah berbahaya, menyaring setiap tetes darah di dalam tubuh setiap 30 menit, dan memiliki berat hanya lima ons?
Dia adalah ginjal kita. Tapi jutaan orang Amerika Utara banyak menganggap remeh organ vital yang kelangsungan hidupnya tergantung pada dialisis (pencucian) ginjal ini. Apakah kesalahan fatal yang mereka lakukan?
Sejarah menjawab, lima puluh tahun yang lalu di Australia, Swiss, dan negara-negara Skandinavia, masyarakat banyak melakukan kebiasaan buruk. Mereka meminum campuran aspirin, codeine, phenacetin, dan kafein tidak hanya untuk menghilangkan rasa sakit tetapi juga untuk mempertahankan kualitas mood atau suasana hati.
Bahkan, di pabrik-pabrik jam tangan Swiss, para pekerja disarankan untuk mengonsumsi kombinasi obat ini, bahkan memberikan contoh gratis, yang berpotensi melukai ginjal.
Kasus terburuk terjadi di Australia. Karena kuatnya iklan yang ditayangkan, banyak perempuan membeli bubuk campuran yang mengandung aspirin, phenacetin, dan kafein bersama dengan kebutuhan belanja mingguan mereka. Itu keputusan buruk. Hingga pada 1970-an, 25 persen orang yang meninggal akibat penyakit ginjal terbukti mengonsumsi bubuk ini terlalu banyak. Mereka juga menderita aterosklerosis (penyumbatan pembuluh darah akibat dinding arteri tertimbun endapan plak) stadium lanjut, penyempitan arteri ginjal, dan serangan jantung koroner.
Sayangnya, kita tidak belajar dari sejarah. Laporan dari Johns Hopkins mengklaim jumlah penderita penyakit ginjal naik dua kali lipat selama 10 tahun terakhir. Dan jumlah penderita ginjal stadium akhir yang membutuhkan dialisis (cuci) ginjal meningkat hingga 7 persen per tahun. Ini menciptakan masalah ekonomi yang besar.
Mengapa hal ini dapat terjadi? Mereka menderita infeksi ginjal kronis atau dilahirkan dengan ginjal polikistik (tumbuh banyak kista). Dewasa ini penyakit ginjal menjadi salah satu faktor utama.
Sir William Osler, seorang dokter terkenal, pernah mengatakan, “Satu hal yang membedakan manusia dari binatang hanyalah keinginan manusia mengonsumsi pil.” Masyarakat masih menggunakan berbagai macam obat nyeri. Pergilah ke apotek dan Anda akan menemukan beragam obat penghilang rasa sakit yang tersedia dalam berbagai kombinasi. Semua obat ini, jika dikonsumsi, akan melalui ginjal sebelum mereka meninggalkan tubuh.
Masalah besar lain yang timbul dalam beberapa tahun terakhir yakni terjangkitnya epidemi obesitas dan diabetes. Penyakit ini menyebabkan aterosklerosis yang mengurangi aliran darah ke ginjal. Diabetes juga memicu hipertensi, dan tekanan yang meningkat secara bertahap akan mempengaruhi fungsi ginjal.
Bagaimana Anda dapat mengurangi risiko gagal ginjal dan ketergantungan pada mesin pencuci darah tiga kali seminggu? Pertama, tirulah naluri alamiah binatang. Saat diberi pil, umumnya secara otomatis dia akan memuntahkannya. Merasakan sedikit ketidaknyamanan daripada mengonsumsi obat penghilang rasa sakit akan membantu menjaga ginjal Anda.
Tapi jika benar-benar harus mengonsumsi obat penghilang rasa sakit untuk mengobati arthritis (radang sendi) dan kondisi lain, konsumsi obat ini dengan dosis serendah mungkin dalam jangka waktu yang sependek mungkin. Kekhawatiran terbesar adalah obat-obatan jenis NSAID (Obat anti radang non steroid) seperti ibuprofen (Advil) dan naproxen (Aleve) saat digunakan dalam jangka panjang.
Statin, obat penurun kolesterol, dalam beberapa kasus, dapat merusak otot pelepas protein ke dalam aliran darah yang dapat mengganggu ginjal.
Menurunkan berat badan untuk mencegah diabetes tipe 2 akan membantu merawat ginjal. Sungguh keterlaluan, setiap 40 detik ditemukan kasus diabetes baru di Amerika Utara. Suatu masalah kesehatan masyarakat global karena satu anak dari lima kelahiran dewasa ini diperkirakan menderita penyakit ini.
Melakukan pemeriksaan medis secara teratur penting karena gejala penyakit ginjal tidak dapat dideteksi selama bertahun-tahun. Tes darah yang mengukur kreatinin (produk limbah dalam darah yang berasal dari metabolisme otot) dapat memperkirakan fungsi ginjal. Jika kreatinin menunjukkan gejala penyakit ginjal dini, dokter akan menyarankan diet rendah protein, obat-obatan untuk mengontrol tekanan darah, dan langkah-langkah untuk menurunkan berat badan.
Ingat, sangat tidak menyenangkan tergantung pada mesin pencuci darah tiga kali seminggu selama sisa hidup Anda. Jadi pastikan Anda melakukan tindakan pencegahan. 
(W. Gifford-Jones, M.D. / The Epoch Times / feb)
Dr Gifford-Jones adalah seorang jurnalis medis dengan praktek medis swasta di Toronto. Situsnya adalah DocGiff.com.

14 Cara Membuat Jamu dan Herbal


jamu-dan-herbalHidup dijaman modern seperti sekarang ini justru ada kecenderungan masyarakat menggunakan obat Jamu dan Herbal untuk pengobatan. Kembali ke alam (back to nature) merupakan pilihan alternatif yang diminati banyak masyarakat sekarang ini, terutama dalam bidang pengobatan dan makanan sehari-hari.
Penggunaan tumbuhan-tumbuhan berkhasiat obat atau lebih dikenal dengan Jamu atau herbal sebetulnya sudah lama dikenal oleh masyarakat kita. Walaupun sekarang sudah banyak Jamu diproduksi dan dikemas secara modern. Namun tradisi minum Jamu atau Herbal secara tradisional masih banyak ditemukan dimasyarakat Indonesia, terutama di desa-desa.
Sudah banyak terbukti keampuhan dan khasiat Jamu dan herbal. Disamping lebih ekonomis, herbal juga mempunyai efek samping yang sangat kecil. Walaupun demikian, masih banyak masyarakat kita yang meragukan khasiat herbal. Memang diakui bahwa daya penyembuhan jamu dan herbal tidak sedahsyat obat kimia. Pengobatan dengan jamu dan herbal membutuhkan waktu lama.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kenapa jamu dan herbal tidak bekerja dengan efektif. Penyajian yang salah, waktu minum yang tidak tepat, dosis yang tidak tepat, dan ketidak sabaran pemakainya adalah faktor-faktor yang menyebabkan herbal tidak efektif. Prof. H.M. Hembing Wijayakusuma dalam bukunya “Ramuan Lengkap Herbal Taklukan Penyakit” menyebutkan hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengkonsumsi herbal sbb:
  1. Cuci simplisia tumbuhan obat (herbal) dengan air mengalir sampai bersih.
  2. Segera gunakan herbal segar yang telah bersih untuk pengobatan. Jika bahannya besar atau tebal, sebaiknya potong-potong tipis agar saat perebusan zat-zat yang terkandung didalamnya mudah keluar dan meresap dalam air rebusan. Untuk herbal yang disimpan, keringkan lebih dahulu setelah dicuci agar tahan lama dan mencegah pembusukan oleh bakteri dan jamur. Bahan kering (simplisia) juga lebih mudah dihaluskan untuk dijadikan serbuk (bubuk). Pengeringan dapat langsung di bawah sinar matahari atau memakai pelindung. Dapat juga diangin-anginkan, tergantung dari ketebalan atau kandungan airnya.
  3. Seduh langsung bahan yang telah dijadikan bubuk (serbuk) dengan air panas atau mendidih.
  4. Untuk bahan yang keras dan sukar diekstrak, sebaiknya hancurkan dan rebus terlebih dahulu sekitar 10 menit sebelum memasukkan bahan lain.
  5. Gunakan air tawar bersih dan tidak mengandung zat kimia berbahaya untuk merebus. Pastikan jumlahnya cukup sehingga seluruh bahan berkhasiat obat terendam sekitar 3 cm.
  6. Untuk merebus bahan berkhasiat obat, gunakan wadah yang terbuat dari periuk tanah (keramik), panci enamel, atau panci beling. Jangan menggunakan wadah dari logam, seperti besi, aluminium, dan kuningan. Logam mengandung zat iron trichloride dan potassium ferrycianide. Zat tersebut menimbulkan endapan pada air dalam mengobati penyakit. Selama perebusan, jangan terlalu sering membuka tutup wadah agar kandungan minyak atsirinya tidak mudah hilang.
  7. Gunakan api sesuai dengan jenis herbal yang direbus.
    • Api kecil : Gunakan untuk merebus herbal yang berkhasiat sebagai tonikum, seperti ginseng dan jamur ling zhi agar kandungan aktifnya terserap kedalam air rebusan (rebus sekitar 2 jam).
    • Api kecil : dengan waktu perebusan yang lama juga digunakan untuk jamu dan herbal yang mengandung toksin, seperti mahkota dewa agar kandungan toksinnya berkurang.
    • Api besar : Gunakan untuk merebus herbal atau simplisia yang berkhasiat diaforetik (mengeluarkan keringat) dan mengandung banyak minyak atsiri, seperti daun mint, cengkih dan kayu manis. Setelah mendidih, masukkan bahan dan rebus sebentar. Dengan cara ini, kandungan atsirinya tidak banyak hilang karena proses penguapan yang berlebihan.
  8. Jika tidak ada ketentuan lain, perebusan dianggap selesai saat air rebusan tersisa setengah dari jumlah air semula, misalnya 800 cc menjadi 400 cc. Jika bahan yang direbus kebanyakan berupa bahan keras, seperti biji atau batang maka air rebusan disisakan sepertiganya, misalnya 600 cc menjadi 200 cc.
  9. Jika mengandung bahan kering, umumnya dosis (takaran) setengah dari jumlah bahan segar. Misalnya, pemakaian daun sendok segar pemakaiannya 90 gram dan jika kering 15 gram.
  10. Pastikan dosis tumbuhan obat sesuai dengan yang dianjurkan. Umumnya, 1 resep tumbuhan obat dibagi untuk 2 kali minum sehari. Sisa ampas rebusan pertama dapat direbus sekali lagi untuk 1 kali minum pada sore atau malam hari.
  11. Minum rebusan sari tumbuhan obat dalam keadaan hangat dan setelahnya pakai baju tebal atau selimut. Namun, untuk jenis herbal tertentu, seperti rebusan biji pinang harus diminum dingin untuk menghindari kotraksi dengan lambung yang mengakibatkan mual, muntah, dan kram perut.
  12. Umumnya, rebusan herbal diminum sebelum makan agar mudah terserap. Namun, untuk ramuan obat yang dapat merangsang lambung, minum setelah makan. Minum ramuan obat yang berkhasiat sebagai penguat (tonikum) pada waktu pagi hari sewaktu perut kosong. Untuk ramuan yang berkhasiat sebagai penenang, misalnya untuk insomnia, minum menjelang tidur.
  13. Lakukan pengobatan secara teratur. Yang perlu diingat, pengobatan herbal membutuhkan kesabaran karena tidak langsung terasa manfaatnya, tetapi bersifat konstruktirf (memperbaiki/membangun). Efek obat kimiawi memang terasa cepat, tetapi bersifat desktruktif. Karena sifatnya itu, herbal tidak dianjurkan sebagai pengobatan utama penyakit-penyakit infeksi yang bersifat akut (medadak), seperti demam berdarah, muntaber, dan lainnya yang harus segera mendapat pertolongan medis. Tanaman obat lebih diutamakan untuk pemeliharaan kesehatan dan pengobatan penyakit yang bersifat kronis (menahun).
  14. Pengobatan herbal dapat dikombinasikan dengan obat kimiawi, terutama untuk penyakit kronis yang susah disembuhkan, seperti kanker agar diperoleh hasil pengobatan yang lebih efektif. Aturan minum obat herbal sekitar 2 jam setelah pemakaian obat kimiawi.

APA ITU KEBAHAGIAAN SEJATI?


(CLIPART)
(CLIPART)
(Epochtimes.co.id)
Apa itu kebahagiaan? Memiliki kekayaan yang tidak habis dipakai seumur hidup? Ataukah bersama sekelompok teman baik bersuka-cita menikmati keindahan alam?
Sebenarnya ini bukanlah kebahagiaan sesungguhnya. Lalu apakah kebahagiaan sejati? Ketika orang lain melakukan kesalahan kepada kita, kita masih dapat bertoleransi, dengan demikian barulah akan memperoleh kebahagiaan sejati. 
Bertoleransi dapat membuat seseorang menjadi semakin teguh. Artinya: “Jangan menggunakan kesalahan orang lain untuk menghukum diri sendiri.” Han Xin, jenderal besar pendiri Dinasti Han, pernah diprovokasi oleh seorang berandal di pasar, untuk dapat lewat Hanxin dipaksa harus merangkak melalui selangkangannya.
Hanxin tidak ingin konflik terjadi dengannya, setelah berpikir sesaat akhirnya ia menyetujui permintaan yang tidak logis ini. Sekalipun telah dihina, Hanxin masih tidak ingin mencela pihak lain. Dengan sikap yang terang dalam menghadapi masa-masa sulit, sehingga hatinya menjadi semakin kokoh, seperti keuletan rerumputan dalam menghadapi angin dan hujan, sulit untuk dipatahkan. Yang paling patut dibanggakan seseorang bukanlah keberhasilannya, melainkan sikapnya terhadap kegagalan.
Toleransi dapat membuat seseorang menjadi lebih berani. Inilah yang disebut: ”Ketika Anda bertoleransi kepada orang lain tidak akan terdapat musuh.”
Saya ingat sebuah cerita yang terjadi di India. Ketika Sang Buddha masih hidup, karena sesuatu alasan pernah ada orang yang iri hati terhadapnya. Mereka ingin membunuh Sang Buddha, maka mereka berencana menempatkan seekor gajah besar yang mabuk di jalan yang akan dilalui Sang Buddha agar menabrak Sang Buddha. Pada suatu hari Sang Buddha benar-benar melewati lembah itu, orang yang iri padanya menempatkan gajah yang telah mabuk tersebut. Gajah itu datang menerjang ke arah Sang Buddha. Dengan penuh toleransi, kasih sayang, kedamaian dan ketenangan Sang Buddha memandang gajah tersebut. Pada saat itu juga, si gajah menghentikan langkahnya, dan Sang Buddha tak diterjangnya.
Toleransi dapat membuat orang lebih berpikiran terbuka. Xie Kunshan salah seorang pelukis pria dengan mulut, menjadi cacat karena tidak sengaja menyentuh kabel listrik ketika bekerja. Arus listrik mengaliri seluruh tubuhnya, ketika siuman mendapati dirinya telah berada di rumah sakit. Dia menatap pilu kedua lengannya yang telah diamputasi, merasakan seluruh kejadian, dia berharap ini hanya merupakan sebuah mimpi buruk. 
Setelah kesehatannya pulih, ada orang yang mengusulkan agar dia menjadi pengemis, yang dapat menyambung hidup hanya dengan meletakkan sebuah mangkuk di depannya. Namun pemuda ini berkata, “Saya hanya melihat apa yang saya miliki, bukan melihat apa yang tidak saya miliki.” Kemudian dia berjuang menciptakan metode makan tidak dengan tangan, kemudian mulai menulis dan menggambar dengan mulut, pada awalnya sangatlah sulit dan menyakitkan.
Atap rumah Xie Kunshan banyak yang bocor, setelah menghadapi hujan lebat semalam suntuk. Pada saat itu ia masih duduk di sekolah menengah atas, ia meminta adik perempuannya memperbaiki buku yang rusak. Ketika membuka paku bukunya, karena kurang hati-hati, telah membentur mata kanannya sehingga selaput jalanya terlepas, dengan demikian ia kehilangan pula sebuah mata yang dapat mengamati dunia luar.
Setelah memasuki dunia seni, dengan pikiran yang lebih terbuka ia melewati lembah kehidupan yang justru membuatnya melupakan penderitaan. Kalau saja pada saat itu ia tidak dapat melepaskan kondisi yang dihadapinya, menuruti kata orang menjadi pengemis, membenci manusia atau sepanjang hari menangis, tidak akan berkesempatan untuk belajar memiliki pikiran terbuka dan membuat diri sendiri berhasil. 
Manusia kadang-kadang mungkin saja dapat diselimuti awan kemuraman oleh karena kesalah-pahaman; mungkin juga di dalam perjalanan hidup kita perlu berdoa untuk memperoleh perisai kekuatan. Biarlah keberanian mengembangkan visi baru, biarlah pikiran terbuka membawa kita menghadapi wajah asli kehidupan, menuju ke kehidupan yang lebih cemerlang dan kaya makna.  (Xiao / The Epoch Times / prm)

HASIL RISET: MELAHIRKAN NORMAL LEBIH BAIK BAGI BAYI


RISET: Bayi yang lahir normal memiliki sel darah putih yang berbeda dengan bayi yang dilahirkan melalui bedah Caesar. (THE EPOCH TIMES)
RISET: Bayi yang lahir normal memiliki sel darah putih yang berbeda dengan bayi yang dilahirkan melalui bedah Caesar. (THE EPOCH TIMES)
(Epochtimes.co.id)
Ilmuwan menemukan, bayi yang dilahirkan melalui operasi Caesar lebih mudah terserang asma, alergi, atau penyakit menular lainnya, karena mereka tidak mendapatkan bakteri bermanfaat yang semestinya diperoleh dari ibu saat persalinan normal.
Profesor Patricia Conway dari jurusan bioteknologi dan biologi molekuler di Universitas New South Wales Australia menyatakan, bayi yang dilahirkan secara normal dapat menerima bakteri menguntungkan melalui saluran persalinan ibu, yang akan tersimpan pada kulit bayi. Bakteri semacam ini dapat berkembang biak di saluran pencernaan, membantu bayi baru lahir mengembangkan imunisasi terhadap bakteri berbahaya yang mengontaminasi rumah sakit.
Perkembangan mikro-bakteri saluran pencernaan ini juga merupakan tahap paling penting dalam membangun sistem imunisasi yang seimbang. Di lain pihak, bayi yang dilahirkan melalui operasi Caesar akan kehilangan kesempatan mendapatkan banyak bakteri bermanfaat dari tubuh ibu.
Professor Conway mengatakan, perkembangan sistem biologi saluran pencernaan yang baik berdampak jangka panjang terhadap kesehatan dan sistem imunisasi tubuh. Ini merupakan hubungan sangat penting yang harus dilalui jika ingin memiliki tubuh sehat sejak usia kanak-kanak. Ia berkata, “Rasa sakit saat persalinan, terutama bagi ibu hamil yang melahirkan secara Caesar, karena alasan darurat, seperti air ketuban pecah, membuat si jabang bayi tidak mendapatkan kesempatan menerima bakteri bermanfaat. Ibu yang memilih operasi Caesar steril (bebas kuman) tidak memberikan kesempatan apa pun untuk mendapatkan bakteri bermanfaat dari tubuhnya.”
Namun bagaimanapun juga, bayi yang dilahirkan melalui Caesar masih memiliki kesempatan lain untuk mendapatkan bakteri yang bermanfaat dari tubuh ibu, yakni kontak dengan kulit saat proses menyusui.
Dokter Hannah Dahlen dari Institut Kebidanan Australia mengatakan, bayi yang dilahirkan secara normal memiliki lebih banyak keunggulan. Karena meningkatnya hormon ibu saat mengalami rasa sakit, si bayi dapat berinteraksi dengan ibu begitu matanya terbuka. Ibu dan bayi sama-sama mengalami proses peningkatan hormon cate-cholamines (salah satu dari kelompok bahan kimia termasuk epinefrin dan norepinefrin yang diproduksi di medula kelenjar adrenal). Rasa sakit saat persalinan membuat anak memiliki kemampuan beradaptasi dengan lebih baik setelah dilahirkan.
Riset baru-baru ini menunjukkan, bayi yang lahir normal dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan melalui bedah Caesar memiliki sel darah putih yang berbeda. Hal ini memungkinkan timbulnya reaksi berbeda saat sistem kekebalan tubuh mendapat serangan kuman.
Dokter Dahlen mengatakan mengapa penyakit diabetes, kanker testis, leukemia, dan asma meningkat drastis pada anak yang dilahirkan melalui operasi. Ia berkata, “Penelitian menemukan bahwa saat melahirkan secara normal terjadi respon stress pada bayi, lalu kemudian menurun. Hal ini mungkin merupakan kebiasaan penting tubuh kita saat menghadapi tekanan.”
Selama proses bedah Caesar, bayi memiliki respon stress yang sangat dramatis. Ini menjelaskan mengapa di kemudian hari anak akan bereaksi berlebihan setiap kali menghadapi tekanan.  
(Su Yun / The Epoch Times / lie)