Puasa untuk Diabetisi | Bagi umat Islam, datangnya bulan Ramadan biasanya disambut dengan gembira. Namun bagi sebagian penderita diabetes mellitus atau kencing manis, menjalankan ibadah puasa kadang sangat menyulitkan. Penyandang kencing manis masih diperbolehkan untuk menjalankan ibadah puasa namun tentunya mesti dikonsultasikan ke dokter. Lantas, apakah penderita kencing manis atau penyakit gula boleh berpuasa ?
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis (menahun) yang terjadi akibat gangguan hormon insulin dalam tubuh. Hormon ini berfungsi untuk mengangkut gula dalam darah (yang biasa disebut gula darah) ke seluruh jaringan tubuh, yang memerlukannya sebagai sumber energi. Bila konsumsi gula murni (sukrosa) maupun karbohidrat kompleks, yang bisa dipecah menjadi senyawa gula sederhana, terus berlangsung setiap hari, maka hormon insulin akan kewalahan mengangkutnya. Akibatnya, akan terjadi penumpukan gula darah dalam darah.
Kalau hal ini terus menerus terjadi, maka lama kelamaan ’’sampah gula’’ ini pun akan menjadi racun yang mencemari kesehatan tubuh secara keseluruhan. Untuk memperkecil dampak negatif tersebut, sedapat-dapatnya tubuh lalu ikut membantu membuangnya. Timbunan gula yang mubazir itu diserahkan pada ginjal, agar dibuang ke luar tubuh. Gula buangan itu menumpang keluar bersama air kencing (urine), sehingga air seni pun jadi terasa manis. Mestinya, dari sinilah asal muasal mengapa penyakit diabetes mellitus kemudian populer disebut dengan kencing manis.
Karena mengandung gula, air seni lalu menjadi lebih pekat. Padahal, ’’persyaratan’’ air kencing yang boleh lolos melalui saluran pembuangan tersebut haruslah yang encer. Sebagai upaya untuk mengencerkan air kencing, gula lalu menarik air yang terdapat dalam jaringan tubuh. Hal inilah yang mendorong penderita DM untuk minum lebih banyak dan lebih sering terasa haus. Jika dorongan untuk minum ini tidak segera dipenuhi, penderita bisa mengalami dehidrasi (kekurangan cairan dalam tubuh). Keadaan ini menjadikan gula darah makin pekat dan jika dibiarkan bisa membahayakan.
Tidak semua penderita penyakit kencing manis aman untuk berpuasa. Hanya penderita yang kadar gula darahnya terkendali dan tidak menderita komplikasi penyakit lain yang dibolehkan. Gula darah disebut terkendali jika kadarnya ’’dalam uji klinis dinyatakan sebagai nilai GTT (glucose tolerance test)’’ tidak lebih dari 180 miligram per 100 mililiter. Dalam kondisi demikian, jumlah gula darah berimbang dengan kemampuan insulin untuk mengangkutnya, sehingga tidak terdapat timbunan sampah gula dalam darah.
Diabetasi, diperbolehkan berpuasa bila memang memungkinkan berdasarkan sejumlah pertimbangan seperti penilaian kondisi fisik, penilaian kontrol metabolik, penyesuaian diet dan penyesuaian jenis obat.
Pasien DM yang diperbolehkan berpuasa, adalah yang kadar gula darahnya terkendali yakni kurang dari 110 mg/dl sewaktu berpuasa dan kurang dari 160 mg/dl pada dua jam setelah berpuasa.
Pasien DM tipe-1 (diabetes karena kurangnya produksi insulin) yang stabil atau terkendali dengan perencanaan makan dan olah raga diperbolehkan berpuasa. Puasa juga bisa dilakukan semua pasien DM tipe-2 (diabetes akibat kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin) dengan berat badan lebih serta kontrol yang baik dan pengawasan glukosa darah secara ketat.
Pasien yang mendapat suntikan insulin satu kali per hari dapat berpuasa sedangkan pasien yang mendapatkan suntikan dua kali sehari atau lebih dianjurkan untuk tidak berpuasa.
Bagi diabetasi yang aman berpuasa, agar memantau kadar glukosa darah dengan ketat dan belajar mengenali gejala hipoglikemia dan dehidrasi sejak dini.
“Jika glukosa darah kurang dari 63 mg/dl sebaiknya segera berbuka,” .
Sementara bagi pasien DM tipe-1 yang tidak stabil serta pasien DM tipe-1 dan tipe-2 dengan kontrol buruk, dianjurkan untuk tidak puasa.
Puasa, juga dianjurkan tidak dilakukan oleh diabetasi yang tidak mengikuti diet, pemakaian obat dan pengaturan aktivitas. Juga tidak baik untuk penyandang DM dengan komplikasi serius, pasien dengan riwayat ketoasidosis, pasien yang sedang hamil, pasien yang sedang mengalami infeksi, usia tua dengan masalah kesadaran serta yang mengalami dua kali atau lebih episode hipoglikemia selama Ramadan.
Kadar gula darah yang terkendali hanya mungkin tercapai jika penderita berdisiplin menjalankan dietnya dan disiplin berolah raga. Kesiapan untuk berpuasa bisa diupayakan antara lain dengan tidak mengkonsumsi sama sekali gula murni (sukrosa) seperti gula pasir, gula merah, dan sebagainya, jauh-jauh hari. Juga makanan atau bahan makanan yang mengandung gula (sirup, selai, jeli, manisan buah, susu kental manis, soft drink, es krim, cake, dodol, aneka kue manis, abon, dendeng, sarden, dan sebagainya). Konsumsi makanan dari tepung sebaiknya dikurangi.
Konsumsi karbohidrat, terutama yang berasal dari makanan utama (nasi atu penggantinya) dan juga kalori harus ditukar sesuai dengan kesanggupan tubuh untuk menggunakannya. Hal ini sangat tergantung pada umur penderita, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan, aktivitas fisik, serta kelainan metabolik. Hanya dokter maupun ahli gizi yang bisa menyusun diet yang paling tepat bagi setiap penderita. Hindari mengadopsi pola diet orang lain, sekalipun Anda dan dia memiliki kondisi fisik, berat badan dan tinggi yang sama, misalnya.
Perbanyak konsumsi bahan makanan yang kaya serat, baik serat yang bersifat larut dalam air maupun tidak. Serat bisa diperoleh dari buah apel yang banyak mengandung pektin, aneka kacang-kacangan (kecuali kacang tanah, karena banyak mengandung lemak), sayuran segar yang dimasak ringan maupun yang disantap mentah sebagai lalapan.
Saat berpuasa saluran pencernaan sama sekali tidak menerima asupan makanan dan minuman selama kurang lebih 14 jam (di Indonesia) dan hal itu menyebabkan terjadinya beberapa perubahan fisiologis.
Puasa menyebabkan penurunan kadar glukosa darah tapi tidak secara drastis. Glukosa darah dipertahankan sebanyak 60-126 mg/dl melalui mekanisme kerja hormon insulin dan kontra regulator insulin.
Puasa juga merupakan suatu stres bagi tubuh karena terjadi peningkatan hormon kontra insulin. Hal inilah yang menyebabkan proses glikogenesis dan glukoneogenesis pada pasien DM menjadi tak terkendali dan cenderung lebih cepat sehingga menyebabkan ketoasidosis dan dehidrasi.
Untuk itu bagi yang memang ingin berpuasa agar sewaktu sahur dilakukan mendekati imsak dan makanan disajikan dengan lebih menarik, agar jumlah yang dikonsumsi cukup dan asupan kalorinya kurang lebih sama dengan kebutuhan kalori sehari-hari.
Sebaiknya pasien DM mengonsumsi makanan yang segar dan bergizi secara bertahap yakni 50% saat berbuka puasa, 10% setelah shalat taraweh dan 40% ketika sahur.
Konsumsi cairan disesuaikan dengan kebutuhan normal, sekitar delapan gelas per hari. Sebaiknya membatasi makanan manis dan makanan yang digoreng serta memilih untuk mengonsumsi karbohidrat kompleks ketika makan sahur.
Sumber : http://www.suaramerdeka.com/
18 September 2008
Oleh Amien Nugroho
Tidak ada komentar:
Posting Komentar